PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN
DEFINISI
Pajak
Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas enghasilan
yang diterima atau yang diperolehnya dalam
suatu tahun pajak.
DASAR HUKUM PAJAK
PENGHASILAN
-
UU Nomor 7 tahun 1983 disempurnakan
dengan UU Nomor 7 tahun 1991
-
UU Nomor 10 Tahun 1994
-
UU Nomor 17 Tahun 2000
-
UU Nomor 36 Tahun 2008
-
Peraturan pemerintah,
-
Keputusan presiden
-
Keputusan Menteri Keuangan
-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
-
Surat Edaran Direktorat Pajak
SUBJEK PAJAK
Subjek
pajak adalah Segala sesuatu(orang / badan) yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan
Berdasar
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 36
Tahun 2008 :
1. Subjek
Pajak Orang Pribadi
Orang
pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun diluar Indonesia.
2. Warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Subjek
Pajak warisan dapat menggantikan pemenuhan kewajiban pajak dan penunjukkan yang
mewariskan (Almarhum).Apabila warisan telah terbagi kepada ahli waris, maka
kewajiban pajak Almarhum harus diselesaikan oleh ahli warisnya tersebut.
3. Subjek
Pajak Badan
Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Badan
usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan
Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
4. Subjek
Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk
usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat
kedudukan manajemen
b. Cabang
perusahaan
c. Kantor
perwakilan
d. Gedung
kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Gudang
h. Ruang
untuk promosi dan penjualan
i.
Pertambangan dan penggalian sumber alam
j.
Wilayah kerja pertambangan minyak dan
gas bumi
k. Perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
l.
Proyek konstruksi, instalasi, atau
proyek perakitan
m. Pemberian
jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
n. Orang
atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
o. Agen
atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia
p. Komputer,
agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet
Subjek
Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
1. Subjek
Pajak dalam negeri adalah
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan/ orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
b. Badan
yang didirikan / bertempat di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintahan yg memenuhi criteria :
- Pmbentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan undang-undangan
- Pembiayaannya
bersumber dari anggaran pendapatn dari Belanja
Negara dan Belanja Daerah
- Penerimaanya
dimasukan kedalam anggaran pemerintah pusat atau pemda dan pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
2. Subjek
Pajak Luar Negeri
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal tidak di Indonesia, orang pribadi yang berada
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan , dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melkukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
b. Orang
pribadi yang bertempat tinggal tidak di Indonesia, orang pribadi yang berada
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan , dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
menerima penghasilan dari Indonesi tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
Kewajiban
Pajak Subjektif
Jenis Subjek Pajak
|
Kewajiban Pajak Subjektif Dimulai
|
Kewajiban Pajak Subjektif berakhir
|
Dalam Negeri – Orang
Pribadi
|
-
Saat dilahirkan
-
Saat berada di Indonesia atau
berniat bertempat tinggal di Indonesia
|
-
Saat meninggal
-
Saat meninggalkan Indoesia untuk
selama-lamanya
|
Dalam Negeri Badan
|
Saat didirikan / bertempat kedudukan
di Indonesia
|
Saat dibubarkan atau tidak lagi
bertempat kedudukan di Indonesia
|
Luar Negeri melalui
BUT
|
Saat menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia
|
Saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Inodnesia
|
Luar Negeri tidak
melalui BUT
|
Saat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia
|
Saat tidak menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia
|
Warisan elum terbagi
|
Saat timbulnya
warisan yang belum terbagi
|
Saat warisan selesai
dibagikan
|
Tidak
Termasuk Subjek Pajak :
Yang
tidak termasuk subjek pajak menurut Pasal 2 UU No 36 Tahun 2008:
1. Kantor
perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik
3. Organisasi-organisasi
internasional dengan syarat:
a. Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut
b. Tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota
4. Pejabat-pejabat
perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada angka 3, dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi
internasional yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
5. Organisasi-organisasi
internasional yang berebtnuk kerjasama teknik dan/atau kebudayaan dengan syarat
kerja sama teknik tersebut member manfaat pada Negara dan tidak menjalankan
usaha/kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
6. Dalam
hal ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian internasional yang
berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam UU PPh, perlakuan
perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan
berakhirnya perjanjian yang dimaksud dengan syarat perjanjian tersebut telah
sesuai dengan UU Perjanjia Internasional
Wajib
Pajak Dalam Negeri dan Wjib Pajak Luar Negeri
Perbedaan
penting antara Wajib pajak dalam negeri dan wajib pajakluar negeri terletak
pada pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
1. Wajib
Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima dari
Indonesia / dr luar Indonesia, sedangkan
wajib pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di Indonesia
2. Wajib
pajak dalam negeri dikenai [ajak berdasarkan penghasilan neto dengan tariff
umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tariff pajak sepadan.
3. Wajib
pajak dalam negeri wajib menyampaikan surat pemberitauhan tahuana pajak
penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu
tahun pajak, sedangkan wajib pajak luarnegeri tidak wajib menyampaikan.
4. Bagi
wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha / kegiatan tetap yang melalui
bentuk usaha di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak badan
dalam negeri sebagaimana diatur dalam UU.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek
pajak : segala sesuatu (barang,jasa, kegiatan,atau keadaan) yang dikenakan
pajak.
Objek
pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dilihat
dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan
dapat dikelompokan :
1. Penghasilan
dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honor,
penghasilan dari praktik dokter, notaries akuntan,pengacara dll
2. Penghasilan
dari usaha bdan kegiatan
3. Penghasilan
dari modal , yang berupa harta gerak atau tidak gerak (bunga,deviden, royalty,
sewa.
4. Penghasilan
lain-lain (pembebasan utang dan hutang0
Penghasilan
Yang Termasuk Objek Pajak :
Berdasarkan
pasal 4 ayat(1) UU Nomor 36btahun 2008, penghasilan yang termasuk Objek Pajak :
1. Penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini
2. Hadiah
dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba
usaha
4. Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a.
Keuntungan karena pengalihan harta
kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal
b.
Keuntungan karena pengalihan harta
kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya
c.
Keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
d.
Keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
e.
Keuntungan karena penjualan atau
pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
5. Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak
6. Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
7. Dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Termasuk
dalam pengertian dividen adalah:
a.
pembagian laba baik secara langsung
ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun
b.
pembayaran kembali karena likuidasi yang
melebihi jumlah modal yang disetor
c.
pemberian saham bonus yang dilakukan
tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
d.
pembagian laba dalam bentuk saham
e.
pencatatan tambahan modal yang dilakukan
tanpa penyetoran
f.
jumlah yang melebihi jumlah setoran
sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali
saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan
g.
pembayaran kembali seluruhnya atau
sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau
diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah
h.
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda
laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
i.
bagian laba sehubungan dengan pemilikan
obligasi
j.
bagian laba yang diterima oleh pemegang
polis
k.
pembagian berupa sisa hasil usaha kepada
anggota koperasi
l.
pengeluaran perusahaan untuk keperluan
pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan
8. Royalti
atau imbalan atas penggunaan hak
Royalti
adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan
apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
a. penggunaan
atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
b. penggunaan
atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah
c. pemberian
pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial
d. pemberian
bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada huruuf a, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada huruf c, berupa:
- penerimaan
atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang
disalurkan kepada masyarakat melaluisatelit, kabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa
- penggunaan
atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk
siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel,
serat optik, atau teknologi yang serupa
- penggunaan
atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio komunikasi
- penggunaan
atau hak menggunakan film gambarhidup (motion picture films), film atau pita
video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio
- pelepasan
seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian
hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut
di atas
9. Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan
karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap
sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang
berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
12. Keuntungan
selisih kurs mata uang asing
13. Selisih
lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi
asuransi
15. Iuran
yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16. Tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan
dari usaha berbasis syariah
18. Imbalan
bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan
19. Surplus
Bank Indonesia
Penghasilan
yang PPh-nya Bersifat final
1. Penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan
berupa hadiah undian
3. Penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
4. Penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
5. Penghasilan
tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Penghasilan
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b.Harta
hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
2. Warisan
3. Harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
4. Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit)
5. Pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
-
Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan
-
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik
negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh
dana pension dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan
9. Bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
- Merupakan
perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
- Sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
12. Sisa
lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa
lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
PMK
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
BENTUK USAHA TETAP
Berdasarkan
Pasal 5 UU No 36 Tahun 2008
1. Penghasilan
dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai (Penghasilan BUT sendiri).
2. Penghasilan
kantor pusatnya dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa
di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan/dilakukan oleh BUT di
Indonesia (penghitungan berdasarkan pendekatan force of attraction). Hal ini
karena pada hakikatnya usaha atau kegiatan kantor pusat di Indonesia tersebut
termasuk dalam ruang lingkup usaha dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh
Bentuk Usaha Tetap.
Misalnya:
- Sebuah
bank di luar negeri yang memiliki cabang (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia,
memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap kepada
perusahaan di Indonesia. Dalam hal ini, penghasilan sehubungan dengan pemberian
pinjaman oleh kantor pusat tersebut diakui sebagai penghasilan Bentuk Usaha
Tetap.
- Sebuah
perusahaan di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia menjual
produk yang sama dengan yang dijual oleh BUT secara langsung tanpa melalui
BUT-nya kepada pembeli di Indonesia. Dalam hal ini, penjualan yang dilakukan
oleh kantor pusat tersebut diakui sebagai penjualannya BUT di Indonesia.
3. Penghasilan
berupa dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang, royalti, sewa (imbalan lainnya sehubungan dengan
penggunaan harta), imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan (kegiatan),
hadiah/penghargaan, pensiunan/pembayaran berkala lainnya, yang diterima oleh
kantor pusat (wajib pajak luar negeri) dari Indonesia, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan tersebut.
Misalnya
:
- Zenith
Inc. yang berkedudukan di Amerika menutup perjanjian lisensi dengan PT Polar
untuk mempergunakan merek dagang Zenith Inc. atas hak tersebut, Zenith Inc
menerima royalti dari PT Polar.
- Sehubungan
dengan perjanjian tersebut, Zenith Inc memberikan jasa manajemen kepada PT
Polar melalui BUT di Indonesia, dan dalam rangka pemasaran produk PT Polar yang
menggunakan merek Zenith Inc tersebut.
- Dalam
kasus di atas, penggunaan merek dagang oleh PT Polar memiliki hubungan efektif
dengan BUT di Indonesia, sehingga penghasilan Zenith Inc yang berupa royalti
tersebut diperlakukan sebagai penghasilan BUT.
Penentuan
Laba Bentuk Usaha Tetap
Dalam
menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Biaya-biaya
yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha/ kegiatan, penjualan
barang / pemberian jasa di Indonesia yg sejenis dengan yang dijalankan / yang
telah dilakukan oleh BUT di Indonesia
2. Biaya
administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur
Jenderal Pajak.
3. Pembayaran
oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah:
a. Royalti
atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya
b. Imbalan
sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
c. Bunga,
kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
4. Sebagai
konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau
diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali
bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Penghasilan
BUT Yang ditanamkan kembali di Indonesia
Syarat
pajak penghasilan yang ditanamkan kembali di Indonesia :
1. Penanaman
kembali di Indonesia dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi pajak penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri / peserta pendiri
2. Penanaman
kembali dilakukan pada tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut.
3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
tsb paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun sesduah perusahaan tempat
penanaman dilakukan berproduksi secara komersial.
Biaya
yang diperkenankan sebagai pengurang
1. Biaya
yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
a. Biaya
pembelian bahan;
b. Biaya
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c. Bunga,
sewa, dan royalti;
d. Biaya
perjalanan;
e. Biaya
pengolahan limbah;
f. Premi
asuransi;
g. Biaya
promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
h. Biaya
administrasi; dan
i.
Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.
2. Penyusutan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun;
3. Iuran
kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4. Kerugian
karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
5. Kerugian
selisih kurs mata uang asing;
6. Biaya
penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7. Biaya
beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. Telah
dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib
Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Telah
diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa untungnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
d. Syarat
sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur terkecil;
9. Sumbangan
dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
10. Sumbangan
dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. Biaya
pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
12. Sumbangan
fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
13. Sumbangan
dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
14. Kompensasi
kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).
TARIF
PAJAK
Tarif pajak
merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh.
Tariff PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokan menjadi dua, yaitu tariff
umum dan tariff khusus.
TARIF
UMUM
Tarif umum
diatur dalam pasal 17 UU PPh yang terutang dalam UU No.7 tahun 1983 sebagaimana
telah diubah beberapa kali dan terakhir adalah dalam UU No. 36 Thun 2008.
Sistem penerapan tariff pajak penghasilan sesuai dengan pasal 17 UU PPh dibagi
menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dalam negeri, dan wajib pajak
dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap.
1.
Tarif PPh untuk wajib pajak orang
pribadi dalam negeri (pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh).
2.
Tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap (pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28%.
Tariff tersebut menjadi 25% berlaku mulai tahun pajak 2010 (pasa 17 ayat (2a)
UU PPh).
PENGHASILAN
KENA PAJAK (PKP)
Besarnya
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagihkan, dan memelihara penghasilan. Penghasilan bruto yang dimaksud adalah
penghasilan sesuai dengan pasal 4 ayat (1) UU PPh tidak termasuk penghasilan
yang dikenakan PPh bersifat final sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) dan
penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Penentuan penghasilan kena pajak
dikelompokan menjadi :
1.
Wajib pajak orang pribadi dan badan yang
memilki peredaran usah tertentu.
PPH terutang = tarif
x PKP
1% x Peredaran
bruto
2.
Wajib pajak orang pribadi menggunakan
norma perhitungan.
PKP = Penghasilan Neto - PTKP
(Peredaran Bruto-%NPPN) - PTKP
PPh terutang = tarif x PTKP
Tarif x (Peredaran
Bruto-%NPPN) - PTKP
PKP = penghasilan netto - zakat atas penghasilan - PTKP
= (Peredaran
Bruto-%NPPN)-PTKP - zakat atas penghasilan – PTKP
PPh terutang = tarif x PTKP
= tarif
x (Peredaran Bruto-%NPPN)-PTKP - zakat atas penghasilan – PTKP
3.
Wajib pajak orang pribadi
menyelenggarakan pembukuan.
PKP = Penghasilan Neto - PTKP
= (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya yang
boleh dikurangkan) – PTKP
PPh terutang = tariff x PTKP
= tarif x (Peredaran Bruto –
pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan) – PTKP
PKP = Penghasilan Neto - zakat atas
penghasilan – PTKP
= (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya
yang boleh dikurangkan) – zakat atas
penghasilan – sisa rugi kompensasikan – PTKP
PPh
terutang = tariff x PTKP
= tarif x (Peredaran Bruto –
pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan) – zakat atas penghasilan – sisa rugi
kompensasikan – PTKP
4.
Wajib pajak badan dalam negeri
menyelenggarakan pembukuan.
PTKP = Penghasilan netto
= (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya yang
boleh dikurangkan)
PPh terutang = tarif x PTKP
= tarif
x (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan)
PKP = penghasilan – sisa rugi
kompensasikan
= (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya
yang boleh dikurangkan) - sisa rugi kompensasikan
PPh
terutang = tarif x PTKP
= tarif x (Peredaran Bruto –
pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan) - sisa rugi kompensasikan
5.
Wajib pajak usaha tetap.
PTKP = Penghasilan netto
= (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya yang
boleh dikurangkan)
PPh terutang = tarif x PTKP
= tarif
x (Peredaran Bruto – pengeluaran/biaya yang boleh dikurangkan)
PKP = penghasilan – sisa rugi
kompensasikan
PELUNASAN
PAJAK PENGHASILAN
Pelunasan pajak
penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh wajib pajak sendiri. Pelunasan
pajak peghasilan dalam tahun berjalan diatur dalam peraturan pemerintah nomor
138 tahun 2000.
PELUNASAN
PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN MELALUI PIHAK LAIN
1. Pemotongan
pajakpenghasilan oleh pihak lain atas penghasilan dan kegiatan yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
ayat (1) Undan-undang pajak penghasilan terutang pada akhir bulan dilakukan
pembayaran atau pada akhir bulan terutang penghasilan yang bersangkutan
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. Pemungutan
pajak penghasilan oleh pihak badan pemeritah berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang.
3. Pemotongan
pajak penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan berupa diveden, royalty,
bunga, penghargaan, hadiah, bonus, dan lain-lain yang diterima oleh wajib pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap, sebagaimana dimaksud dalam pasal 23
undang-undang pajak penghasilan, terutang ada akhir bulan dilakukan pembayaran
atau pada akhir bulan terutang penghasilan yang bersangkutan tergantung
peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
4. Pemotongan
pajak atas penghasilan yag diterima oleh luar negeri selain bentuk usaha tetap
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh.
5. Pelunasan
pajak atas penghasilan-penghasilan tertentu yang diatur tersendiri dengan
peraturan pemerintah, sebagaimana dimaksud dengan pasal 4 ayat (2) Undang-undang
pajak.
PELUNASAN
PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI
1.
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan-badan yang tidak
wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (2) UU PPh. Wajib memilki NPWP dalam melaksanakan sendiri
penghitungan dan pembayaran pajak penghasilan yang terutang dalam tahun
berjalan serta melaporkannya dalam surat pemberitahuan tahunan.
2.
Wajib pajak membayar sendiri pajak atas
penghasilan yang diperoleh atau diterima melalui angsuran pajak penghasilan
dalam tahun pajak berjalan (PPh pasal 25)
PELUNASAN
PAJAK SESUDAH AKHIR TAHUN PAJAK
1.
Membayar pajak yang kurang disetor
dengan menghitung sendiri jumlah PPh yang terutang untuk satu tahun pajak
dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan sebagaimana diatur
dalam pasal 29 UU PPh.
Komentar
Posting Komentar