KONSEP ABK
EVA YULIA R
K7414021
KONSEP ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak
dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya karena mengalami
hambatan dalam belajar dan perkembangannya.
Anak –
anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam
proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus agar
potensinya dapat berkembang secara optimal.
Cakupan
konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar
yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementra (temporer) dan anak
berkebutuhan khusus yang besifat menetap (permanent):
1. Anak
Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi
karena trauma akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman
traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak
memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak
seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan
yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu
dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang
mempunyai kebutuhan khusus yang berssifat temporer, dan oleh karena itu mereka
memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan
khusus.
2. Anak
Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat
langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan,
pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gannguan gerak
(motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, social dan tingkah
laku.
Dengan
kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan
anak penyandang kecacatan.
FAKTOR
PENYABAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Faktor –
faktor penyebab itu menurut kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga peristiwa
yaitu:
a.
Kejadian
sebelum lahir (prenatal)
Faktor penyebab ketunaan pada
masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan
seorang anak dalam kandungan. Ketunaan yang terjadi pada ABK yang terjadi sebelum masa kelahiran dapat
disebabkan antara lain oleh hal- hal sebagai
berikut:
• Virus Liptospirosis (air kencing tikus),
yang menyerang ibu yang sedang
hamil. Jika virus ini merembet pada janin yang sedang dikandungnya melalui
placenta maka ada kemungkinan anak mengalami kelainan.
• Virus maternal rubella (campak jerman,
retrolanta fibroplasia (RLF)
yang menyerang pada ibu
hamil dan jamin janin yang dikandungnya terdapat kemunngkinan akan timbul
kecacatan pada bayi yang lahir.
• Keracunan darah (toxaenia)
pada ibu- ibu yang sedang hamil
sehingga janin tidak dapat memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga saraf –
saraf di otak mengalami gangguan.
• Faktor rhesus (Rh)
anoxia prenatal, kekurangan
oksigen pada calon bayi di kandungan yang terjadi karena ada gangguan/infeksi
pada placenta.
•
Penggunaan obat – obatan kontrasepsi yang salah pemakaiannya sehingga
jiwanya menjadi goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi
dalam perut.
•
Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak
dapat berkembang secara wajar.
b.
Kejadian
pada saat kelahiran
Ketunaan
yang terjadi pada saat kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
•
Proses kelahiran yang menggunakan tang verlossing (dengan bantuan tang).
Cara ini dapat menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan
otak kurang dapat berkembang secara optimal.
•
Proses kelahiran bayi yang terlalu
lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan zat asam/oksigen. Hal ini
dapat menggangu pertumbuhan sel-sel di otak. Keadaan bayi yang lahir dalam
keadaan tercekik oleh ari –ari ibunya sehingga bayi tidak dapat secara leluasa
untuk bernafas yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada otak.
•
Kelahiran bayi pada posisi sungsang sehingga bayi tidak dapat memperoleh
oksigen cukup yang akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak.
c.
Kejadian
setelah kelahiran
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh
setelah kelahiran pula karena faktor- faktor penyebab seperti berikut ini:
•
Penyakit radang selaput otak(meningitis) dan radang
otak(enchepalitis)sehingga menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel
otak menjadi terganggu.
• Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai
kepala dan menekan otak bagian dalam.
• Stress berat dan gangguan kejiwaaan lainnya.
•
Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis
media), malaria tropicana yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.
PENGELOMPOKAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak
berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku, karakteristik,dan
bentuknya yaitu:
a.
Kelompok
ABK dilihat dari aspek kecerdasan (intelegensi)
Dari aspek kecerdasan, anak
kelompok ini terdiri dari kelompok ABK berintelegensi di atas rata-rata
(supernormal) dan kelompok ABK yang berintelegensi di bawah rata-rata
(subnormal). ABK supernormal meliputi:
• Super cerdas/gifted (IQ>140),
• Sangat cerdas/full bright (IQ
130-140),
• Cerdas/rapid (IQ 120-130),
• Atas normal (IQ110-120).
Kelompok ABK subnormal
(tunagrahita) meliputi:
• Bawah rata-rata/dull normal (IQ
80-90)
• Moron/ border line (IQ 70-80)
• Debil (IQ 60-70)
• Imbisil (30-60)
• Idiot (IQ<30)
b.
Kelompok
ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani
kelompok anak ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
1.
Tunanetra
Individu yang indera
penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Tunanetra dibagi
menjadi dua yaitu:
o
Kurang
awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit
melihat atau membedakan gelap dan terang.
o
Buta
(blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan
sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.
2.
Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan
seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar
masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat
dibagi menjadi:
o
Anak
tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses)
o
Anak
tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB (mild losses)
o
Anak
tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB(moderate loses)
o
Anak
tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe lossses)
o
Anak
tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly
losses)[3]
3.
Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau
cacat yang menatap pada alat gerak (tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunadaksa dibagi menjadi dua kategori
yaitu:
o
Tunadaksa
orthopedic(orthopedicallyhandicapped) yaitu mereka yang mengalami kelainan
kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
o
Tunadaaksa
syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota
tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.
c.
Anak
Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun
masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
d.
Kelompok
ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu
1.
Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak
yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan
gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap
autis pada umumnya menunjukkan perilaku
tidak senang kontak mata dengan orang lain, kurang suka berteman, senang
menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.
2.
Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari
kata hiper yang berarti kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak
atau aktifitas jasmani. Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki
gerak jasmani yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga
dikatakan anak yang memiliki gejala – gejala perilaku yang melebihi kapasitas
anak – anak yang normal. Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif
cukup, senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar
berlangsung.
3.
Anak
berkesulitan belajar
Anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan
membaca,menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor
disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi
(intelegensinya normal bahkan ada yang diatas normal), sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
Pendidikan
yang bersifat meluruskan, memperbaiki, menyembuhkan, menormalkan kehidupan
anak-anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan anak berekebutuhan
khusus ini diatur dalam UU No 20 tahun 2003 bab VI Bagian kesebelas pasal 32
tentang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
BIDANG
LAYANAN PENDIDIKAN ABK
1.
Layanan
Prevensi
Layanan untuk mencegah agar hambatan perkembangan
yang dialami seorang anak tidak berdampak lebih jauh kepada aspek-aspek
perkembangan lainnya
2. Layanan Intervensi
Layanan untuk menangani hambatan
belajar,perkembangan agar mereka dapat berkembang optimal.
3. Layanan Kompensatoris
Layanan untuk memfasilitasi anak yang mengalami hambatan
pada asspek tertentu,dilaihkan kepada fungsi lain yang memungkinkan
menggantikan fungsi yang hilang.
4. Layanan Pengembangan
Potensi
Layanan
untuk membantu peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan potensi dan
kelebihan yang dimiliki anak.
PRINSIP
DASAR LAYANAN PENDIDIKAN ABK
Prinsip-prinsip
dasar dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus, Musjafak(1995)
1.
Keseluruhan
anak(all the children)
Layanan yang didasarkan pada pemberian kesempatan
bagi seluruh abk dari berbagai derajat, ragam, dan bentuk anak agar mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
2. Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis
pada masing-masing abk.
3. Program yang dinamis
Pendidik abk harus mampu menyesuaikan layanan yang
diberikan dengan abk dengan mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang
setiap saat dan harus memperhatikan karateristik yang cukup heterogen pada anak
dengan segala dinamikanya.
4. Kesempatan yang sama
Pendidik anak berkebutuhan khusu harus memberikan
kesempatan yang sama pada ABK dalam
mengembangkan potensinya.
5. Kerjasama
Pendidikan ABK tidak mampu dikembangkan apabila
tidak melibatkan pihak-pihak terkait. Orangtua, guru ABK, dokter,psikolog,
psikhiater, pekerja sosial, masyarakat dll perlu dilibatkan dlam pendidikan
ABK.
Prinip penyelenggaraan pendidikan menurut suparno,
dkk
1.
Prinsip
kasih sayang
2.
Prinsip
keperagaan
3.
Prinsip
keterpaduan
4.
Pengembangan
minat dan bakat
5.
Kemampuan
anak
6.
Model
7.
Pembiasaan
8.
Latihan
9.
Pengulangan
10.
Penguatan
BENTUK –
BENTUK LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
ABK
memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat,
kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu layanan pendidikannya tidak dapat
dibuat seragam melainkan menyesuaikan diri dengan tingkat keberagaman
karakteristik dan kebutuhan anak.
Ada
beberapa model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai
dari yang model klasik sampai yang model
terkini.
a.
Model
segregasi
Merupakan model layanan
pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak – anak berkebutuhan
khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara
khusus dan terpisah dari kelompok jenis anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya.
Dalam praktiknya, masing – masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang
sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususannya tersebut. Sebagai contoh: SLB
A, lembaga pendidikan untuk anak tunanetra, SLB B lembaga pendidikan umtuk anak
tunarungu, SLB C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB D lembaga
pendidikan untuk anak tuna daksa, SLB E lembaga pendidikan untuk anak tuna
laras dan SLB G untuk tuna ganda.
b.
Model
kelas khusus
Sesuai dengan namanya, kelas
khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus(SLB), melainkan
keberadaanya ada di sekolah umum atau reguler. Keberadaan kelas khusus ini
tidak bersifat permanen, melainkan
didasarkan pada ada atau tidaknya anak – anak yang memerlukan pendidikan atau
pembelajaran khusus di sekolah tersebut[8].
c.
Model
sekolah dasar luar biasa(SDLB)
SDLB keberadaannya mirip dengan
SLB yaitu sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak –anak
berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat
kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang
disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi
secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah.
d.
Model
guru kunjung
Model guru kunjung dapat
diterapkan untuk melayani pendidikan bagi ABK terutama mereka yang ada atau
bermukin di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat –
tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada,
misalnya SLB, SDLB, kelas khusus dan sebagainya. Di tempat tersebut dibentuk
sanggar atau kelompok – kelompok belajar tempat anak – anak memperoleh layanan
pendidikan.
e.
Sekolah
terpadu
Sekolah ini pada hakikatnya
merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima anak – anak
yang berkebutuhan khusus. Mereka belajar bersama – sama dengan anak- anak
normal lainnya tanpa dipisah dinding tembok kelas. Dalam pembelajaran di
sekolah mereka diajar oleh guru – guru umum, sedangkan materi – materi yang
memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping yang telah
ditunjuk[9].
f.
Pendidikan
Inklusi (inclusive education)
Kata inklusi bermakna terbuka,
yang berarti bahwa pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau
masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.
Demikian pula lingkungan pendidikan yang, termasuk ruang kelas, toilet, halaman
bermain, laboratorium dan lain – lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh
semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Referensi
Alimin, Zaenal
(2004) Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus Pendidikan
Kebutuhan Khusus dan Implikasinya terhadap Layanan
Pendidikan.
Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Vol.3 No 1 (52-63)
Efendi, Mohammad. 2000. PENGANTAR
PSIKOPEDAGOGIK ANAK BERKELAINAN.
Jakarta: Bumi Aksara
Salim,Abdul & Munawir Yusuf.2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara
Inklusif.
Surakarta; Yuma Pustaka
Budiyanto. 2006. Sistem
Pendidikan Inklusi berbasis Budaya Pendidikan Lokal. UPI
Bandung
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Komentar
Posting Komentar